Kedengarannya
Aneh jika kita belum pernah dengar yang namanya “Kerupuk Padang Pasir”.
Sebutan kerupuk Padang pasir sangat beralasan karena proses
penggorengannya yang dilakukan dengan menggunakan media pasir halus.
Bambang Suparno (49), warga Dusun Jeruk, Desa Tugurejo, Kecamatan
Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, ini patut diacungi jempol. Dari
usahanya berdagang kerupuk goreng pasir, mantan buruh migran ini dapat
mengantongi omzet hingga Rp 90 juta per bulan.
Pekerjaan yang dilakukan Bambang adalah menggoreng kerupuk tanpa
minyak. Ia mengganti minyak goreng dengan pasir halus hasil penyaringan.
Dengan bantuan pengapian, kerupuk tetap mekar. Cara penggorengan inilah
yang membuat jenis kerupuk ini disebut kerupuk padang pasir.
Kerupuk yang digoreng dengan teknik ini rasanya akan sedikit berbeda
jika dibandingkan dengan yang menggunakan minyak goreng. Kelebihan lain
adalah rendah kolesterol dan tentu saja lebih hemat dalam menekan biaya
produksi. Bahkan, risiko untuk melempem dapat ditekan karena dapat
didaur ulang.
Varian rasanya juga bernacam-macam. Setidaknya ada tujuh rasa yang
dibuat oleh pria yang memulai usahanya sejak tahun 2001 ini. Ada rasa
pedas, manis, pedas manis, terasi, rujak, seledri, bawang, serta ubi.
Pemberian rasa dilakukan dengan dua cara, yaitu bumbu dicampur dengan
kerupuk sebelum digoreng atau dicampur setelah digoreng.
Kerupuk yang selesai digoreng kemudian dikemas dalam plastik ukuran
setengah kilogram dan panjang 30-40 sentimeter. Setiap bungkus ukuran
besar ia jual seharga Rp 1.000-Rp 2.500. Tiap rasa juga memengaruhi
harga.
Kerupuk yang sudah dikemas kemudian dikirim kepada agennya yang
tersebar di beberapa kota, seperti Kediri, Nganjuk, Kertosono, Jombang,
Bojonegoro, Tuban, Ngawi, Malang, dan Sidoarjo. Agen tersebut adalah
pedagang di pusat oleh-oleh di kota masing-masing.
Bisnis Kerupuk Padang Pasir1Bambang termasuk pengusaha yang ulet
dalam bekerja. Untuk usahanya itu, ia hanya mempekerjakan empat tenaga
pria yang bertugas mulai dari menjemur kerupuk hingga menggoreng.
Pengemasan dilakukan oleh istri dan enam anaknya serta beberapa tenaga
borongan yang juga para tetangganya.
“Kalau saya sendiri bertugas di pengaturan serta pengiriman barang ke
kota-kota,” kata pemilik usaha penggorengan kerupuk padang pasir dengan
merek Arofah ini, Senin (4/6/2012). Perkembangan usahanya lumayan
bagus. Pada awal memulainya, ia hanya memproduksi 30 kilogram kerupuk
dan itu pun untuk beberapa hari. Karena permintaan yang selalu ada, ia
terus terpacu untuk mengembangkan usahanya sehingga kini produksi per
hari mencapai 2,5 kuintal.
“Kalau tentang omzet begini saja, harga bahan kerupuknya per kilo
Rp.12.000, lalu kalikan 250 kilogram, dikali lagi selama 30 hari. Berapa
itu hasilnya, silakan dikira-kira sendiri,” ungkapnya.
Menemukan jenis usaha ini bukanlah jalan yang mudah baginya. Beberapa
profesi pernah ia jalani, mulai dari kuli bangunan di negeri seberang
hingga penjual bakso keliling. Pernah pula ia hendak berdagang oli
pelumas sesuai ajakan rekannya, tetapi urung dilakukan karena khawatir
dengan risikonya.
“Saya berjualan kerupuk karena melihat saudara saya ada di bidang
ini. Setelah saya pelajari, saya menjadi yakin sehingga saya ikut
terjun,” tutur Bambang sambil mengingat masa lalunya. (bn)