EMIL –sapaan Ridwan Kamil–
begitu populer. Tidak hanya di kalangan warga Bandung, tetapi juga di
tingkat nasional. Dia merupakan salah seorang kepala daerah yang
dianggap berhasil di Indonesia.
Ketika menjabat pertama pada 2013, Emil dihadapkan pada persoalan
klasik kota. Kemacetan, pedagang kaki lima, sampah, dan infrastruktur,
terutama banyaknya jalan yang rusak. Dia pun bertekad menjadikan Bandung
sebagai smart city.
Konsep smart city ala Emil adalah menjadikan Bandung kota
digital. Setiap SKPD (satuan kerja perangkat daerah) terintegrasi.
Dengan begitu, pelayanan masyarakat juga bisa dilakukan secara online. ”Kami minta mahasiswa ITB membuat aplikasi online untuk memudahkan pelayanan masyarakat,” katanya.
Untuk menunjang itu, dibangunlah command center di Balai
Kota Bandung dengan anggaran Rp 30 miliar. Pusat komando tersebut
terhubung dengan CCTV yang dipasang di 80 titik strategis Kota Bandung.
Dari ruangan itu, petugas pemkot bisa memantau kemacetan lalu lintas
hingga pedagang kaki lima. Awal tahun ini command center siap
beroperasi. ”Untuk membangun Kota Bandung, kami punya segi tiga
strategi, yaitu inovasi, desentralisasi, dan kolaborasi,” ujar Emil.
Sebagai kota yang memiliki daya tarik pariwisata, Emil berupaya
memberikan kesan positif kepada para wisatawan. Salah satu terobosan
adalah dioperasikannya bus city tour yang dinamai Bandung Tour
on the Bus (Bandros). Bus tingkat itu mirip dengan yang ada di Singapura
dan London. Lantai 2 bus dibuat terbuka agar turis bisa menikmati city tour dengan leluasa. Bus tersebut nanti stand by di sejumlah hotel.
Untuk desentralisasi, Emil memerintah camat dan lurah secara rutin
dan bergiliran makan malam bersama di rumah warga dan salat Jumat
keliling kampung. ”Dengan begitu, aparat jadi lebih tahu masalah yang
dihadapi warganya. Jika pemimpin paham kesulitan warganya, bisa mencari
solusinya dengan baik,” katanya.
Emil juga mencoba berkolaborasi dengan beberapa pihak ketiga untuk
mewujudkan pembangunan. Misalnya pembangunan sejumlah taman kota seperti
taman film dan taman Persib. Di era Emil, taman kota di Bandung
dihidupkan kembali. Beberapa taman dibuat tematik seperti Taman Lansia,
Taman Jomblo, Taman Musik Centrum, Taman Fotografi, dan Taman Pustaka
Bunga.
Pelayanan masyarakat menjadi salah satu prioritas Emil. Salah satu
terobosan yang dilakukan ada di bidang kependudukan. Yakni menyediakan
pelayanan pembuatan akta kelahiran di rumah sakit. Jadi, warga tidak
perlu datang ke pemkot untuk mengurus akta. Berkas bisa diproses di
rumah sakit ketika anak mereka lahir.
Hingga saat ini, kata Emil, baru 20 persen programnya yang bisa
dilaksanakan. ”Masih ada beberapa hal yang menurut saya sulit untuk
diubah. Terutama yang terkait perilaku,” ujarnya.
Salah satu contohnya adalah perilaku birokrasi. Misalnya, dalam hal
perizinan, masih banyak aparat pemkot yang bekerja terlalu lamban.
Karena itu, Emil harus turun tangan sendiri ke lapangan untuk sidak.
Kerja keras Emil pun berbuah manis. Kepercayaan masyarakat kepada
pemkot meningkat. Survei Lemhanas menunjukkan, kepercayaan warga Bandung
kepada pemkot meningkat sampai 90 persen.
”Artinya, masyarakat percaya bahwa pemerintah melakukan sesuatu untuk
perubahan,” tambahnya. Berbagai penghargaan juga diraih Ridwan pada
2013 dan 2014. Salah satunya datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) untuk kategori unit pengendalian gratifikasi terbaik dan jumlah
laporan gratifikasi terbanyak.
Peluk Istri Minimal 20 Detik Per Hari
SEJAK menjadi wali kota Bandung, waktu Ridwan Kamil untuk keluarga
banyak tersita. Namun, Emil –sapaannya– beruntung karena sang istri
Atalia Pararatya serta anak-anaknya, Camillia Laetitia Azzahra dan
Emmiril Khan Mumtadz, bisa memahami kesibukannya.
Untuk mengganti berkurangnya waktu bersama keluarga, Emil beserta
istri rutin berpelukan minimal 20 detik setiap hari. ”Ternyata, itu
efektif untuk menjaga kehangatan rumah tangga. Semangat kerja juga
terjaga,” tutur mantan pekerja paro waktu di Departemen Perencanaan Kota
Berkeley, AS, itu.
Waktu untuk bersantai bersama keluarga, termasuk orang tua, memang
sangat berkurang. Padahal, Emil sebenarnya doyan berwisata. Sejak
menjabat, Emil tidak lagi punya waktu untuk diri sendiri.Selain soal
waktu, perubahan fisik pun mulai terlihat dari Emil. Istrinya yang
mendapati adanya perubahan itu. ”Dulu, sebelum jadi wali kota, saya
belum ada ubannya. Sekarang ada,” ujarnya lantas tertawa.
Salah satu kiat menjadi pemimpin, sebut Emil, adalah ikhlas. Sebab,
tidak sedikit yang mencibir ketika dia melakukan sejumlah gebrakan.
Setiap kali hasil kerjanya masuk TV atau koran, ada yang menganggapnya
pencitraan. Sebaliknya, kalau pekerjaannya tidak diliput media, dia
dianggap tidak bekerja.
Sumber : .jawapos.com (mur/jpnn/c9/tom)