Kini di tengah era digital yang kian menggelora, saya makin banyak
menemui anak-anak muda yang sukses memiliki bisnis, menciptakan profit
yang melimpah, dan pelan-pelan menjadi milioner muda.
Mungkin anak-anak muda itu dengan ketekunannya mencoba menerapkan ajaran klasik : yakinlah dengan impianmu, lalu bentangkan kerja keras, daya resiliensi dan keteguhan hati untuk mewujudkannya; sembari disertai dengan doa yang mengalir tanpa henti.
Salah satu perempuan muda yang terus berjibaku mewujudkan mimpi itu adalah Sally Giovanny. Perempuan muda nan bening yang akan kita jelajahi di pagi yang cerah ini.
Sally Giovanny adalah perempuan muda berusia 26 tahun, yang besar dan tinggal di Cirebon. Ia lahir dari keluarga yang tidak begitu mapan ekonominya. Itulah kenapa sejak amat muda, tepatnya selepas lulus SMA dan baru berusia 18 tahun, ia telah memutuskan untuk mencari nafkah sendiri, demi meringankan beban orang tua.
Ia memulai usahanya dengan berjualan batik khas Cirebon, atau batik Trusmi. Saat pertama kali berjualan, ia keliling ke pasar-pasar di Jakarta, Bandung dan Surabaya : menjajakan dagangan batiknya. Ia berkeliling dari pasar ke pasar dengan peluh yang selalu membasahi tubuhnya. Dengan debu jalanan yang membayangi wajahnya.
Juga dengan kegigihan, dengan semangat pantang menyerah dan dengan doa yang terus mengalir.
Sebab, langkah membangun bisnis dengan omzet ratusan juta, selalu dimulai dari langkah pertama. Sebab omzet bisnis miliaran yang menjadi impian, selalu dimulai dari rupiah pertama.
Sejak pertama kali memproduksi dan berjualan batik Trusmi, Sally memutuskan untuk memproduksi batik dengan desain yang unik dan berkualitas, meski dengan harga yang sedikit lebih mahal.
Waktu saya telpon untuk berbincang-bicang, ia bilang : saya lebih baik di-komplain karena harga mas, daripada di-komplain karena mutu produk.
Dalam istilah strategi bisnis, pendekatan itu lazim disebut sebagai “product differentiation”, dan bukan “cost leadership”. Memilih membuat produk berkelas, dan tidak mau terjebak dalam price war yang melelahkan.
Alhamdulilah, dagangan batik Trusmi jualan Sally laris di pasar. Namun ia tidak menggunakan keuntungan bisnisnya untuk segera membeli barang-barang konsumtif. Ia simpan dan kumpulkan untuk modal pengembangan bisnisnya.
Dari uang keuntungan jualan batik itulah, ia pelan-pelan membangun toko permanen di daerah Trusmi, Cirebon kelahirannya. Sejalan dengan booming batik dan booming daerah Trusmi Cirebon sebagai destinasi wisata, jualan di tokonya berkembang dengan pesat.
Larisnya produk jualan batik Trusmi miliknya membuat ia secara bertahap melakukan ekspansi luas greainya. Dari toko permanen yang ukurannya hanya kecil seperti toko lainnya, kini kios Sally telah menjelma menjadi toko grosir batik Trusmi dengan luas 1,5 hektar. Tak heran jika gerai batiknya, disebut sebagai salah satu kios batik terluas di Indonesia.
Tiap hari puluhan bis wisata mampir ke gerai grosir batik Trusmi-nya. Ribuan pengunjung datang hampir tiap hari. Dari ribuan pengunjung inilah, omzet grosir batiknya bisa tembus sekitar Rp 100 juta per hari. Sebuah pencapaian yang amat menggetarkan untuk perempuan muda yang baru berusia 26 tahun.
Sumber: strategimanajemen.net
Mungkin anak-anak muda itu dengan ketekunannya mencoba menerapkan ajaran klasik : yakinlah dengan impianmu, lalu bentangkan kerja keras, daya resiliensi dan keteguhan hati untuk mewujudkannya; sembari disertai dengan doa yang mengalir tanpa henti.
Salah satu perempuan muda yang terus berjibaku mewujudkan mimpi itu adalah Sally Giovanny. Perempuan muda nan bening yang akan kita jelajahi di pagi yang cerah ini.
Sally Giovanny adalah perempuan muda berusia 26 tahun, yang besar dan tinggal di Cirebon. Ia lahir dari keluarga yang tidak begitu mapan ekonominya. Itulah kenapa sejak amat muda, tepatnya selepas lulus SMA dan baru berusia 18 tahun, ia telah memutuskan untuk mencari nafkah sendiri, demi meringankan beban orang tua.
Ia memulai usahanya dengan berjualan batik khas Cirebon, atau batik Trusmi. Saat pertama kali berjualan, ia keliling ke pasar-pasar di Jakarta, Bandung dan Surabaya : menjajakan dagangan batiknya. Ia berkeliling dari pasar ke pasar dengan peluh yang selalu membasahi tubuhnya. Dengan debu jalanan yang membayangi wajahnya.
Juga dengan kegigihan, dengan semangat pantang menyerah dan dengan doa yang terus mengalir.
Sebab, langkah membangun bisnis dengan omzet ratusan juta, selalu dimulai dari langkah pertama. Sebab omzet bisnis miliaran yang menjadi impian, selalu dimulai dari rupiah pertama.
Sejak pertama kali memproduksi dan berjualan batik Trusmi, Sally memutuskan untuk memproduksi batik dengan desain yang unik dan berkualitas, meski dengan harga yang sedikit lebih mahal.
Waktu saya telpon untuk berbincang-bicang, ia bilang : saya lebih baik di-komplain karena harga mas, daripada di-komplain karena mutu produk.
Dalam istilah strategi bisnis, pendekatan itu lazim disebut sebagai “product differentiation”, dan bukan “cost leadership”. Memilih membuat produk berkelas, dan tidak mau terjebak dalam price war yang melelahkan.
Alhamdulilah, dagangan batik Trusmi jualan Sally laris di pasar. Namun ia tidak menggunakan keuntungan bisnisnya untuk segera membeli barang-barang konsumtif. Ia simpan dan kumpulkan untuk modal pengembangan bisnisnya.
Dari uang keuntungan jualan batik itulah, ia pelan-pelan membangun toko permanen di daerah Trusmi, Cirebon kelahirannya. Sejalan dengan booming batik dan booming daerah Trusmi Cirebon sebagai destinasi wisata, jualan di tokonya berkembang dengan pesat.
Larisnya produk jualan batik Trusmi miliknya membuat ia secara bertahap melakukan ekspansi luas greainya. Dari toko permanen yang ukurannya hanya kecil seperti toko lainnya, kini kios Sally telah menjelma menjadi toko grosir batik Trusmi dengan luas 1,5 hektar. Tak heran jika gerai batiknya, disebut sebagai salah satu kios batik terluas di Indonesia.
Tiap hari puluhan bis wisata mampir ke gerai grosir batik Trusmi-nya. Ribuan pengunjung datang hampir tiap hari. Dari ribuan pengunjung inilah, omzet grosir batiknya bisa tembus sekitar Rp 100 juta per hari. Sebuah pencapaian yang amat menggetarkan untuk perempuan muda yang baru berusia 26 tahun.
Sumber: strategimanajemen.net