Presiden RI Joko Widodo menyerukan semua negara Asia Afrika mendorong
kerja sama di semua sektor, karena merupakan kunci kemajuan dan
kesejahteraan serta untuk menghadapi tantangan saat ini.
“Cita-cita
harus kita raih dengan kerja sama secara sejajar dengan sahabat dari
negara lain,” kata Presiden saat memberikan sambutan dalam Peringatan 60
Tahun Konferensi Asia Afrika di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Jumat
(24/4/2015).
(24/4/2015).
Presiden
menambahkan, “Sebagai Presiden Republik Indonesia dan memimpin lebih
250 juta rakyat Indonesia, belum terbebas dari kemiskinan. Kita masih
tertinggal dari negara maju dan masalah ini masih dihadapi negara
sahabat di Asia Afrika.”
Presiden Joko Widodo menyatakan semangat
persaudaraan dan solidaritas di antara negara Asia Afrika harus terus
ditanamkan. Dia mengenang kembali solidaritas Asia-Afrika pada tahun
1955 di mana negara-negara Afrika banyak yang belum merdeka.
“Pada
60 tahun lalu hanya tiga negara yang hadiri Asia Afrika, bahkan Sudan
hadir dengan kain putih bertuliskan negaranya ‘Sudan’. Dia belum merdeka
dan tidak punya bendera, kini peta dunia sudah berubah,” ujar Jokowi.
Kini,
lanjut dia, KAA sudah dihadiri oleh 91 negara. Seluruh negara memiliki
semangat yang sama meski dengan tantangan yang berbeda. Dia lalu
menceritakan lagi bahwa di ruangan yang sama tempat para delegasi
berada, 60 tahun lalu para pelopor KAA menyatukan visi dan misi mereka
melawan penjajahan.
Para pelopor seperti Jawaharlal Nehru (India),
Sir John Kotelawala (Sri Lanka), Muhammad Ali Bogra (Pakistan),
Soekarno (Indonesia), dan U Nu (Burma) menggerakkan rasa solidaritas itu
ke dua kawasan.
Saat ini, Jokowi meyakini tantangan berubah.
Namun, semangat untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyat Asia Afrika
tetap harus dipelihara.
Karena itu, Jokowi menyerukan semangat
Bandung. Dia meminta seluruh negara Asia dan Afrika bekerja sama di
bidang ekonomi untuk menjadikan semua bangsa di Asia dan Afrika sejajar
dengan bangsa lainnya. Secara khusus, dia juga kembali menyinggung utang
KAA pada kemerdekaan Palestina.
“Mari kita perjuangkan semangat
60 tahun lalu segala bentuk kekerasan dihentikan, kemerdekaan Palestina
harus terus diperjuangkan,” kata Jokowi.
Pada peringatan KAA
ke-60, seluruh kepala negara dan kepala pemerintahan telah melakukan
historical walk sebuah napak tilas KAA 1955 dengan berjalan kaki sejauh
100 meter dari Hotel Savoy Homan menuju Gedung Merdeka.
Sesampainya
di Gedung Merdeka, seluruh tamu negara melakukan “moment of silence”
dan mendengarkan pidato dari perwakilan Asia dan Afrika serta negara
pemantau.
Sementara itu perwakilan Afrika, Presiden Zimbabwe
Robert Mugabe mengatakan, kerja sama Asia dan Afrika harus terus
ditingkatkan dan saat ini merupakan waktu yang tepat.
Mugabe juga
mengatakan tantangan yang dihadapi saat ini berbeda, namun tidak boleh
menurunkan semangat kerja sama agar semua negara di Asia dan Afrika bisa
sejahtera dan maju. Sementara dari Asia, sambutan diberikan oleh
Presiden Myanmar Thein Sein.
Peringatan di gedung Merdeka selain
dihadiri oleh para pemimpin negara Asia Afrika juga dihadiri oleh mantan
Presiden Megawati Soekarnoputri, keluarga mendiang Ali Sastroamidjojo,
para menteri Kabinet Kerja, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan Wali
Kota Bandung Ridwan Kamil.
Namun dari 22 kepala negara yang hadir
di Jakarta, 9 Kepala negara tidak menghadiri puncak KAA di Bandung.
Para kepala negara itu, “Beberapa negara tidak bergabung di Bandung, ada
9 yang balik kemarin seperti PM Jepang, Raja Yordania, PM Singapura,
Presiden Iran, Wapres Seychelles, Sultan Brunei dan delegasi Vanuatu,”
ujar Direktur Jenderal Asia Pasifik Afrika Kementerian Luar Negeri Yuri
Thamrin.
Beberepa negara absen karena sejumlah alasan. Termasuk di
antaranya harus menyelesaikan urusan internal di negaranya
masing-masing.
Meski begitu, mantan Dubes RI untuk Inggris itu
mengatakan, arti penting dari peringatan KAA tidak akan luntur hanya
karena ketidakhadiran dari beberapa pemimpin negara.
Yuri pun
menambahkan, walau ada yang tak hadir tetapi terdapat pula Kepala
Pemerintahan yang absen di Jakarta tapi datang di Bandung. Kepala negara
tersebut adalah PM Malaysia Nadjib Razak.
“PM Malaysia tidak hadir di KTT tetapi langsung dari Kuala Lumpur (ke Bandung),” tambah Yuri.
Peringatan
Konferensi Asia Afrika ke 60 di Jakarta dan Bandung, menghasilkan tiga
dokumen penting. Yakni Bandung Message, deklarasi untuk menghidupkan
kembali the New Asian-African Strategic Partnership (NAASP), dan
deklarasi dukungan untuk Palestina.
Bandung Message berisi pesan
yang visioner, mengedepankan kerja sama yang baru secara nyata, dan
revitalisasi penguatan kemitraan Asia-Afrika pada solidaritas politik,
kerja sama ekonomi, dan hubungan sosial-budaya sebagai tiga pilar utama.
Deklarasi
untuk menghidupkan kembali NAASP akan mencakup penguatan solidaritas,
persahabatan, dan kerja sama. Kemudian kajian ulang terhadap
perkembangan kerja sama NAASP selama 10 tahun terakhir.
Sementara
itu, deklarasi untuk mendukung kemerdekaan Palestina akan memberikan
dukungan secara konsisten terhadap pendirian Negara Palestina dan
hak-hak dasar warganya.
Sementara itu, Tiongkok mewakili negara
kawasan Asia saat meneken tiga dokumen tersebut. Sedangkan, Swazilan
mewakili negara di kawasan Afrika. Di dalam dokumen Pesan Bandung
itu terdapat 41 poin. Di dalamnya terdapat kesepakatan di antara
puluhan negara Asia Afrika untuk kembali berpijak kepada prinsip
Dasasila Bandung.
Selain itu, di dalam Pesan Bandung berisi
penegasan kembali dukungan yang panjang terhadap hak-hak rakyat
Palestina untuk bisa menentukan sendiri dan pencapaian aspirasi
legitimasi nasional.
“Untuk mengakhiri hal tersebut, kami kembali
menegaskan komitmen untuk membantu pemberdayaan warga Palestina dalam
persiapan untuk dan
mengantisipasi akhirnya Palestina menjadi negara merdeka dan bebas dari penjajahan,” tulis poin di dokumen tersebut.
mengantisipasi akhirnya Palestina menjadi negara merdeka dan bebas dari penjajahan,” tulis poin di dokumen tersebut.
Di
poin 11 dari Pesan Bandung tercakup prioritas yang harus diberikan
terhadap pentingnya solusi warga Palestina sebagai jawaban dari inti
utama isu konflik Arab-Israel.
“Kami menekankan pentingnya dan
kebutuhan pencapaian terhadap adanya perdamaian dan stabilitas di
kawasan Timur Tengah,” ujar puluhan negara Asia Afrika dalam dokumen
itu.
Di dalam dokumen itu, turut disinggung mengenai peran utama
dari PBB dalam pencapaian dan mempertahankan perdamaian dan keamanan
serta kemajuan kesejahteraan berdasarkan tujuan dan prinsip yang
terkandung di dalam piagam PBB dan Dasasila Bandung 1955.
“Khususnya
yang terkait dengan rasa hormat terhadap integritas wilayah, kedaulatan
dan politik negara merdeka, serta menahan diri dari penggunaan ancaman
atau tindak kekerasan terhadap integritas wilayah dan tidak mencampuri urusan domestik mereka,” kata mereka.
Sumber : lensaindonesia