Bripda Taufiq tidak merasa gengsi, meski saban hari sering menghirup
bau tengik kotoran sapi dan ditemani nyamuk-nyamuk ganas di rumahnya.
Jika menengok rumah Bripda Taufiq memang jauh dari layak. Dia tinggal
bersama sang ayah dan tiga adiknya di bangunan semi permanen di Jongke
Tengah, Sendangadi, Mlati, Sleman. Dulunya bangunan ini difungsikan
sebagai kandang sapi oleh kelompok peternak di kampungnya.
Bangunan tersebut tidak memiliki daun pintu, hanya gorden kucal yang
menutupnya. Dindingnya pun tak lagi utuh. Sebagian saja yang dibatako,
sisanya lagi bolong. Sebuah spanduk bekas pun dibentangkan menggantikan
tembok.
Di atas lantai tanah, ada dua buah ranjang dengan kasur lusuh dan
sebuah lemari kayu besar yang sudah keropos. Rumah itu dibangun oleh
ayahnya setelah berpisah dengan ibunya dua tahun lalu. Meski hanya bekas
kandang sapi, mereka tetap harus membayar sewa tanahnya.
"Itu tanah khas desa jadi tetap harus bayar, dulu saya punya rumah di
Jongke juga, tapi dijual setelah orang tua berpisah," ujar Taufiq
dikutip dari laman Merdeka.com, Kamis 15 Januari 2014.
Saat malam tiba, Bripda Taufiq tidur bersama dengan tiga adiknya di
dalam rumah. Sementara sang ayah tidur di bak mobil tua miliknya yang
biasa dipakai untuk menambang pasir. "Nggak ada tempatnya, jadi bapak tidur di bak mobil," katanya. (Ism)