Dea Valencia Budiarto kini sudah meraih kesuksesan berkat kerja
kerasnya. Salah satu prinsip yang dipegang wanita cantik ini dalam
memasarkan produknya sederhana dan menarik. Ia tak mau menjual barang
yang ia sendiri tak suka.
”Kalau sudah jadi pasti saya bikin prototype ukuran saya sendiri. Saya coba, saya suka apa nggak? Karena saya nggak mau jual barang yang saya sendiri nggak suka. Jadi barangnya itu jika dilihat tak terlalu nyentrik, lebih seperti pakaian sehari-hari,” kata gadis asal Semarang itu dikutip dari metropolitan.
Tak hanya batik, Batik
Kultur ciptaannya juga merambah ke tenun ikat. Khusus yang satu ini, Dea
harus membelinya di Jepara, tepatnya di Desa Troso yang merupakan
sentra tenun ikat. Jika dulu hanya membeli beberapa meter kain, kini
sekali kulakan Dea membeli tak kurang dari 400 meter tenun ikat.
Sebagai alumni program studi Sistem Informasi Universitas Multimedia Nusantara, Dea paham kekuatan internet untuk pemasaran. Batik Kultur 95 persen memanfaatkan jaringan internet dalam urusan permasalahan.
Dea menjadikan Facebook dan Instagram sebagai katalog dan media komunikasi dengan konsumennya. Dari sana, referensi untuk Batik Kultur menyebar dari mulut ke mulut. Integrasi dunia maya dan dunia nyata menyukseskan bisnis Dea.
Sama seperti bisnis sukses lain, Batik Kultur menapak bukan tanpa hambatan. Dea pernah dibuat depresi selama seminggu dan menjadi tak produktif karena masalah hak paten.
”Dulu pernah masalah di hak paten. Sebenarnya dulu namanya bukan Batik Kultur by Dea Valencia, tapi Sinok Culture. Tapi waktu diurus nama mereknya ternyata sudah ada yang pakai merek Sinok. Saya sempat stres selama seminggu. Karena nama Sinok sangat berarti buat saya. Sinok adalah nama panggilan saya sejak kecil,” kata Dea.
Yuk semangat berwirausaha agar sukses seperti kak Dea.. Salam Sukses ya :)
Penulis : Nurma
Sumber : Metropolitan
Sumber : Metropolitan