Ada sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa beriklan adalah investasi
yang belum pasti. Sudah biayanya banyak, tapi ukuran hasilnya belum bisa
diprediksi secara pasti. Tapi, mengapa masih banyak perusahaan yang
terus beriklan? Ternyata, pernyataan tersebut masih bersambung pada
sebuah kenyataan. Yakni, tanpa beriklan sama sekali, sebuah produk
hampir bisa dipastikan tak akan dapat bersaing dengan kompetitor
yang rajin beriklan. Artinya, iklan sudah jelas efektif untuk
mengenalkan produk kepada khalayak ramai. Namun, seberapa efektif,
hingga kini belum ada hitungan yang pasti.
Karena itu, saya cenderung menggunakan analisis dari sudut pandang lain untuk melihat fenomena dunia periklanan. Saya melihat, iklan adalah sebuah media untuk mengingatkan seseorang tentang sebuah pesan, yakni adanya produk yang dijual. Makin banyak orang terpapar oleh iklan tertentu, paling tidak, salah satu referensi di otaknya ketika suatu kali—kebetulan—ingin membeli sesuatu, referensi yang paling kerap dilihat itulah yang akan muncul kali pertama.
Dalam sebuah ungkapan Tiongkok, ada pernyataan 俯拾即是 fǔ shí jí shì yang arti harfiahnya "dapat ditemukan di mana saja". Dalam konteks ini, sebenarnya kehadiran iklan adalah upaya menghadirkan “produk” di mana saja. Terutama, dari segi untuk menancapkan ingatan tentang produk pada konsumen.
Di sisi lain, pengertian tersebut sudah pasti berhubungan juga dengan kemampuan menjaga distribusi barang. Ketersediaan barang harus menjadi perhatian utama agar konsumen tidak kecewa. Meski, kadang ini juga bisa “dimainkan” sebagai sebuah strategi membuat orang penasaran. Seperti beberapa waktu silam, es krim Wall’s bermerek Magnum, ketika gencar diiklankan, produknya di pasaran malah jarang. Produk tersebut saat itu ada di mana-mana, tapi dalam jumlah sangat terbatas. Sehingga, orang penasaran dan mencari-cari barangnya. Makin hilang, orang jadi merasa bahwa memang produk itu sangat laku sehingga membuat orang penasaran. Namun, jika ini terus-menerus terjadi, hampir bisa dipastikan, akan menjadi bumerang karena dianggap distribusinya kepayahan.
Karena itu, prinsip dapat ditemukan di mana saja sejatinya mencerminkan kesiapan perusahaan untuk menjalankan bisnis secara baik dan benar. Promosi jalan, distribusi bekerja, dan tentu saja, kualitas harus dipertahankan.
Jika beberapa unsur utama itu berhasil dipenuhi, jangan heran jika beberapa perusahaan lantas dikenang sebagai produk yang identik dengan barang tertentu. Teh kemasan, orang akan segera me-refer Teh Kotak. Air minum kemasan orang akan segera ingat Aqua. Ponsel—dulu—orang akan segera menyebut Nokia. Setelah sempat “diganti” oleh Blackberry, kini eranya orang menyebut ponsel dengan Samsung. Atau, sebut nama maskapai nasional, maka orang akan segera menyebut Garuda dan Lion Air. Tanyakan juga misalnya nama bank. Yang sering muncul adalah nama seperti BCA, BRI, Mandiri, atau BNI.
Beberapa contoh tersebut jika dirunut ke belakang, hampir semuanya sama-sama rajin beriklan, dan mudah pula didapat di mana-mana. Kemudahan mengakses keberadaan produk barang atau jasa inilah yang membuat sebuah brand bisa berkembang. Tentu, kembali lagi, tanpa pelayanan yang prima, kualitas yang mumpuni, semua itu akan berjalan timpang.
Karena itu, strategi dapat ditemukan di mana saja perlu dibentengi dengan kesiapan semua lini, promosi, distribusi, hingga kualitas produk itu sendiri. Jika semua itu bisa dijaga harmonisasinya, niscaya, produk atau merek sebuah barang atau jasa akan terus bertahan, berkembang, dan sekaligus dikenang.
Karena itu, saya cenderung menggunakan analisis dari sudut pandang lain untuk melihat fenomena dunia periklanan. Saya melihat, iklan adalah sebuah media untuk mengingatkan seseorang tentang sebuah pesan, yakni adanya produk yang dijual. Makin banyak orang terpapar oleh iklan tertentu, paling tidak, salah satu referensi di otaknya ketika suatu kali—kebetulan—ingin membeli sesuatu, referensi yang paling kerap dilihat itulah yang akan muncul kali pertama.
Dalam sebuah ungkapan Tiongkok, ada pernyataan 俯拾即是 fǔ shí jí shì yang arti harfiahnya "dapat ditemukan di mana saja". Dalam konteks ini, sebenarnya kehadiran iklan adalah upaya menghadirkan “produk” di mana saja. Terutama, dari segi untuk menancapkan ingatan tentang produk pada konsumen.
Di sisi lain, pengertian tersebut sudah pasti berhubungan juga dengan kemampuan menjaga distribusi barang. Ketersediaan barang harus menjadi perhatian utama agar konsumen tidak kecewa. Meski, kadang ini juga bisa “dimainkan” sebagai sebuah strategi membuat orang penasaran. Seperti beberapa waktu silam, es krim Wall’s bermerek Magnum, ketika gencar diiklankan, produknya di pasaran malah jarang. Produk tersebut saat itu ada di mana-mana, tapi dalam jumlah sangat terbatas. Sehingga, orang penasaran dan mencari-cari barangnya. Makin hilang, orang jadi merasa bahwa memang produk itu sangat laku sehingga membuat orang penasaran. Namun, jika ini terus-menerus terjadi, hampir bisa dipastikan, akan menjadi bumerang karena dianggap distribusinya kepayahan.
Karena itu, prinsip dapat ditemukan di mana saja sejatinya mencerminkan kesiapan perusahaan untuk menjalankan bisnis secara baik dan benar. Promosi jalan, distribusi bekerja, dan tentu saja, kualitas harus dipertahankan.
Jika beberapa unsur utama itu berhasil dipenuhi, jangan heran jika beberapa perusahaan lantas dikenang sebagai produk yang identik dengan barang tertentu. Teh kemasan, orang akan segera me-refer Teh Kotak. Air minum kemasan orang akan segera ingat Aqua. Ponsel—dulu—orang akan segera menyebut Nokia. Setelah sempat “diganti” oleh Blackberry, kini eranya orang menyebut ponsel dengan Samsung. Atau, sebut nama maskapai nasional, maka orang akan segera menyebut Garuda dan Lion Air. Tanyakan juga misalnya nama bank. Yang sering muncul adalah nama seperti BCA, BRI, Mandiri, atau BNI.
Beberapa contoh tersebut jika dirunut ke belakang, hampir semuanya sama-sama rajin beriklan, dan mudah pula didapat di mana-mana. Kemudahan mengakses keberadaan produk barang atau jasa inilah yang membuat sebuah brand bisa berkembang. Tentu, kembali lagi, tanpa pelayanan yang prima, kualitas yang mumpuni, semua itu akan berjalan timpang.
Karena itu, strategi dapat ditemukan di mana saja perlu dibentengi dengan kesiapan semua lini, promosi, distribusi, hingga kualitas produk itu sendiri. Jika semua itu bisa dijaga harmonisasinya, niscaya, produk atau merek sebuah barang atau jasa akan terus bertahan, berkembang, dan sekaligus dikenang.
Sumber :andriewongso.com