Kepercayaan diri konsumen Indonesia meningkat di kwartal keempat 2014
dan stabil berada di urutan kedua teroptimistis di dunis setelah India,
demikian menurut laporan terkini Consumer Confidence Index yang dirilis
hari ini oleh Nielsen, perusahaan global riset dan penyedia informasi
mengenai konsumen.
The Nielsen Global Survey of Consumer Confidence and Spending
Intentions mengungkapkan bahwa konsumen Indonesia adalah yang kedua
paling optimistis di dunia, dengan skor kepercayaan diri konsumen yang
meningkat dua poin menjadi 125 pada kwartal ketiga 2014 dibandingkan
dengan kwartal sebelumnya. India masih menjadi negara paling optimistis
di dunia dengan skor 126, turun dua poin dibandingkan dengan kwartal
kedua 2014. Filipina tetap berada di tempat ketiga dengan skor 115. Di
wilayah Asia Tenggara, skor kepercayaan diri konsumen Thailand
memperlihatkan peningkatan tertinggi dengan kenaikan sebesar delapan
poin menjadi 113 dibandingkan dengan kwartal kedua tahun ini.
Kepercayaan diri konsumen Singapura meningkat lima poin menjadi 103 –
kenaikan tertinggi sejak akhir 2011 – sedangkan kepercayaan diri
konsumen Vietnam naik tiga poin menjadi 102 – tertinggi sejak akhir
2010. Konsumen Malaysia cukup positif dengan peningkatan sebesar enam
poin dibandingkan dengan kwartal sebelumnya menjadi 99. Secara global tingkat kepercayaan diri konsumen stabil di skor 98.
“Pola optimisme konsumen yang telah kita lihat sebelumnya menjelang
masa pemilu kembali terlihat, dimana indeks kepercayaan diri konsumen
meningkat dua poin pada kwartal ketiga ini.” ujar Agus Nurudin, Managing
Director Nielsen Indonesia. “Kejelasan situasi politik setelah
pemilihan presiden telah membantu mendorong kepercayaan diri konsumen.”
The Nielsen Global Survey of Consumer Confidence and Spending
Intentions yang dilaksanakan sejak 2005 mensurvei kepercayaan diri
konsumen, kekhawatiran utama dan keinginan berbelanja pada lebih dari
30.000 responden dengan akses Internet di 60 negara1. Indeks
kepercayaan diri konsumen diatas dan dibawah angka standar 100
mengindikasikan tingkat optimisme dan pesimisme.
Menabung demi masa depan
Konsumen Indonesia tetap fokus untuk menabung bagi masa depan, bahkan lebih banyak lagi konsumen yang fokus untuk menabung di kwartal ini. Pada kwartal ketiga 2014, lebih dari tujuh diantara 10 konsumen di Indonesia (74%) mengalokasikan dana cadangan mereka untuk menabung setelah menutup biaya-biaya hidup yang paling utama; dimana terjadi peningkatan sembilan persen dibandingkan dengan kwartal sebelumnya yang sebesar 65%. Sejalan dengan fokus pada menabung, konsumen Indonesia juga siap untuk mengeluarkan dana cadangan mereka untuk berlibur (41%), berinvestasi di saham atau reksa dana (33%), membeli produk teknologi baru (30%) dan hiburan di luar rumah (29%) yang meningkat tujuh persen dibandingkan dengan kwartal kedua 2014. (Lihat Grafik 2).
Konsumen Indonesia tetap fokus untuk menabung bagi masa depan, bahkan lebih banyak lagi konsumen yang fokus untuk menabung di kwartal ini. Pada kwartal ketiga 2014, lebih dari tujuh diantara 10 konsumen di Indonesia (74%) mengalokasikan dana cadangan mereka untuk menabung setelah menutup biaya-biaya hidup yang paling utama; dimana terjadi peningkatan sembilan persen dibandingkan dengan kwartal sebelumnya yang sebesar 65%. Sejalan dengan fokus pada menabung, konsumen Indonesia juga siap untuk mengeluarkan dana cadangan mereka untuk berlibur (41%), berinvestasi di saham atau reksa dana (33%), membeli produk teknologi baru (30%) dan hiburan di luar rumah (29%) yang meningkat tujuh persen dibandingkan dengan kwartal kedua 2014. (Lihat Grafik 2).
“Konsumen Indonesia dikenal lebih mengutamakan menabung daripada
berbelanja, dan mentalitas inilah yang mempengaruhi pola pengeluaran
mereka yang cukup bijaksana.” tutur Agus. “Pada sisi lain, meningkatnya
pendapatan yang siap untuk dibelanjakan juga mendorong hasrat konsumen
untuk meningkatkan gaya hidup mereka, seperti untuk berlibur dan hiburan
di luar rumah.”
Dalam menghadapi kenaikan inflasi di Indonesia, makin banyak konsumen
yang mencari cara untuk mengurangi pengeluaran sehari-hari, dan
Indonesia berada pada urutan sepuluh teratas berkenaan dengan perubahaan
pola belanja konsumen untuk menghemat biaya rumah tangga. Hampir
delapan dari 10 konsumen Indonesia (76%) telah mengubah pola belanja
mereka untuk berhemat. Mengurangi pengeluaran untuk peningkatan
teknologi seperti komputer atau telepon genggam (54%) dan mengurangi
belanja baju baru (47%) menjadi pilihan utama bagi konsumen untuk
berhemat. Di sisi lain, konsumen Indonesia tampaknya tidak bersedia
untuk kompromi bila menyangkut komunikasi, bahan makanan dan layanan
keuangan, sebagaimana terlihat dalam survey ini bahwa konsumen yang
mengurangi pengeluaran untuk biaya telepon hanya 27%, membeli bahan
makanan yang lebih murah hanya 24% dan mencari penawaran yang lebih
murah untuk layanan keuangan hanya 17%. (Lihat Grafik 3).
“Konsumen di Indonesia menerapkan pendekatan yang berhati-berhati
dalam pola belanja mereka. Seiring dengan peningkatan kemakmuran, mereka
tetap hemat dengan pengeluaran mereka. Kemudian seiring dengan naiknya
harga-harga mereka juga mencari cara untuk menghemat pengeluaran
sehari-hari.” jelas Agus. “Yang menarik adalah, konsumen Indonesia
adalah orang-orang yang sangat terkoneksi satu sama lain. Dengan hanya
kurang dari tiga puluh persen konsumen yang bersedia mengurangi biaya
telepon mereka, kita dapat melihat bahwa sebagian besar konsumen tidak
bersedia kompromi agar mereka tetap dapat berhubungan dengan orang
lain.” (bn/disarikan dari hasil riset Nielsen Global Survey of Consumer Confidence and Spending Intentions)