Jakarta:
Rumput hijau dan suasana teduh dibawah pohon depan perpustakaan
Universitas Indonesia, Depok, menemani Dzulfikar Akbar Cordova, 21
tahun, bersama dua teman wanitanya, Chintya Kahassa Ghultom, 21 tahun,
dan Meli, 19, tahun, belajar bersama.
Mereka bertiga adalah siswa Sekolah Masjid Terminal, Depok. Dodo--sapaan Dzulfikar Akbar Cordova--dan Chintya, menjadi salah satu siswa berprestasi yang diterima masuk UI lewat jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), pada 9 Juli 2015.
Dodo diterima di Jurusan Ekonomi Islam FEUI, sedangkan Chintya diterima di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik UI. Dodo dan Chintya, sedang mengajari Meli rumus matematika yang dia tidak mengerti. Soalnya, Meli ingin mencoba mengikuti tes yang sama dengan Dodo dan Chintya.
Dodo, yang kesehariannya sebagai pengamen, sempat deg-degan lantaran saat pengumuman tes SBMPTN, Kamis, 9 Juli kemarin terjaring oleh Satpol PP di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu, 8 Juli 2015. Dia sempat mendekam selama tiga hari di kantor Dinas Sosial Jakarta Timur.
"Saya izin sama petugas Dinsos untuk pinjam komputer untuk melihat kelulusan Kamis malam saat pengumumannya. Saya lulus," kata Dodo di Perpustakaan UI, Rabu 29 Juli 2015.
Mengetahui Dodo lulus SBMPTN, lalu pengelola Master meminta agar Dinsos membebaskannya. Pengelola Master datang dengan membawa bukti bahwa dia diterima masuk di UI. Saat ini, Dodo bersama Chintya hanya tinggal menunggu registrasi pada 6 Agustus mendatang untuk masuk UI. "Saya bersama Chintya salah satu mahasiswa yang masuk lewat jalur undangan," kata Dodo.
Mereka bertiga adalah siswa Sekolah Masjid Terminal, Depok. Dodo--sapaan Dzulfikar Akbar Cordova--dan Chintya, menjadi salah satu siswa berprestasi yang diterima masuk UI lewat jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN), pada 9 Juli 2015.
Dodo diterima di Jurusan Ekonomi Islam FEUI, sedangkan Chintya diterima di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik UI. Dodo dan Chintya, sedang mengajari Meli rumus matematika yang dia tidak mengerti. Soalnya, Meli ingin mencoba mengikuti tes yang sama dengan Dodo dan Chintya.
Dodo, yang kesehariannya sebagai pengamen, sempat deg-degan lantaran saat pengumuman tes SBMPTN, Kamis, 9 Juli kemarin terjaring oleh Satpol PP di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu, 8 Juli 2015. Dia sempat mendekam selama tiga hari di kantor Dinas Sosial Jakarta Timur.
"Saya izin sama petugas Dinsos untuk pinjam komputer untuk melihat kelulusan Kamis malam saat pengumumannya. Saya lulus," kata Dodo di Perpustakaan UI, Rabu 29 Juli 2015.
Mengetahui Dodo lulus SBMPTN, lalu pengelola Master meminta agar Dinsos membebaskannya. Pengelola Master datang dengan membawa bukti bahwa dia diterima masuk di UI. Saat ini, Dodo bersama Chintya hanya tinggal menunggu registrasi pada 6 Agustus mendatang untuk masuk UI. "Saya bersama Chintya salah satu mahasiswa yang masuk lewat jalur undangan," kata Dodo.
Dia mengaku hanya lulus SMP pada 2012, dan tidak melanjutkan sekolah
lagi hingga dua tahun. Saat tidak sekolah Dodo bekerja serabutan, mulai
dari mengamen sampai menjadi kuli harian di Sumatera. Bahkan, dia
mengaku sejak tahun 2006, begitu ayah dan ibunya cerai saat usianya 11
tahun sudah berada di jalan.
Pria kelahiran Bondowoso, Jawa Tengah ini, telah menjajaki kakinya di Sumatera, sejak tahun 2008-2014. Hampir seluruh daratan Sumatera, kecuali Aceh, pernah dia singgahi untuk mencari peruntungan. "Di Sumatera paling lama di Lampung, begitu cabut dari Bondowoso 2006," ujarnya.
Pada Juli 2014, Dodo datang ke Depok, karena ingin sekolah. Dia datang ke Depok karena membaca koran ada sekolah gratis di Depok, yang menampung pengamen dan anak jalanan.
Selama ini dia mengaku selalu hidup nomaden bersama bapak dan adiknya. Soalnya, dia tidak mempunyai duit untuk tinggal menetap secara lama di kontrakan. Paling lama, kata dia, hanya dua bulan. Itu pun kalau ada kerjaan seperti kuli bangunan. "Biasanya tidur di masjid atau tempat-tempat lain," ucapnya.
Setelah masuk pada Agustus di Sekolah Master, Dodo diikutsertakan di kelas instensi atas kerja sama antara sekolah Master dan FE UI. Saat itu, Dodo mengaku belajar intensif bersama mahasiswa UI. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar dengan bimbingan mahasiswa UI.
"Saya terpilih bersama enam siswa master lainnya untuk ikut kelas intensif bersama FEUI," Dodo berujar.
Pria kelahiran Bondowoso, Jawa Tengah ini, telah menjajaki kakinya di Sumatera, sejak tahun 2008-2014. Hampir seluruh daratan Sumatera, kecuali Aceh, pernah dia singgahi untuk mencari peruntungan. "Di Sumatera paling lama di Lampung, begitu cabut dari Bondowoso 2006," ujarnya.
Pada Juli 2014, Dodo datang ke Depok, karena ingin sekolah. Dia datang ke Depok karena membaca koran ada sekolah gratis di Depok, yang menampung pengamen dan anak jalanan.
Selama ini dia mengaku selalu hidup nomaden bersama bapak dan adiknya. Soalnya, dia tidak mempunyai duit untuk tinggal menetap secara lama di kontrakan. Paling lama, kata dia, hanya dua bulan. Itu pun kalau ada kerjaan seperti kuli bangunan. "Biasanya tidur di masjid atau tempat-tempat lain," ucapnya.
Setelah masuk pada Agustus di Sekolah Master, Dodo diikutsertakan di kelas instensi atas kerja sama antara sekolah Master dan FE UI. Saat itu, Dodo mengaku belajar intensif bersama mahasiswa UI. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar dengan bimbingan mahasiswa UI.
"Saya terpilih bersama enam siswa master lainnya untuk ikut kelas intensif bersama FEUI," Dodo berujar.
sumber : Tempo.co
IMAM HAMDI | NIEKE