Foto: Ilustrasi
Saveupdata.com -Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya bernama
Riski Dwi Setiawan membuat aplikasi survei pemetaan kemiskinan berbasis
Android dan website untuk memangkas biaya serta waktu menjadi lebih
efisien.
"Melakukan survei langsung ke masyarakat, seperti yang sering
dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), sering kali membutuhkan biaya
yang cukup tinggi dan waktu lama, sebab harus melibatkan surveyor cukup
banyak serta perekapan data secara satu per satu," katanya, sebagaimana
dikutip dari Antara, Jumat (16/9/2016).
Mahasiswa Teknik Informatika ITS itu mengatakan, latar belakang
pembuatan aplikasi tersebut karena melihat proses survei kemiskinan yang
dilakukan BPS yang dianggap kurang efisien.
"Selama ini survei harus mendatangi rumah warga satu per satu
sambil membawa kertas formulir survei yang cukup banyak. Itu kan sangat
merepotkan, ke mana-mana membawa kertas cukup banyak," ujarnya.
Setelah melakukan survei dengan mendata masing-masing warga, maka
dilakukan perekapan data satu per satu, kemudian dimasukkan ke BPS.
Lalu di BPS masih harus melakukan entry data ke sistem, dan baru setelah
itu mendapatkan hasilnya.
"Dari tahap per tahap survei tersebut, tentu membutuhkan waktu
cukup lama, terutama untuk datang ke tiap rumah warga. Belum lagi
perekapan data yang tidak bisa dilakukan dalam sehari. Proses di BPS
untuk entry data ke sistem juga membutuhkan waktu beberapa hari,"
ucapnya.
Melihat kondisi tersebut, Riski mengajukan kerjasama dengan BPS
dan Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Kota Madiun. "Saya mengambil
sampelnya di Madiun sebagai daerah asal saya," kata mahasiswa peraih
beasiswa bidikmisi ini.
Riski yang akan diwisuda pada pekan depan itu menegaskan, sistem
aplikasi yang dibuat sebenarnya memangkas beberapa sistem survei manual,
khususnya pada survei tingkat kemiskinan di Madiun.
"Sistem tersebut langsung berisi tentang 14 variabel kemiskinan
yang didapat dari BPS dan Bapeda, kemudian diisi oleh surveyor saat
mendatangi rumah warga," sebutnya.
Data yang diisi dalam sistem tersebut langsung terkoneksi ke
sistem validasi dan langsung didapatkan hasilnya. “Dari data yang
didapat dari 14 variabel itu kemudian masuk validasi akan didapat tiga
tingkat kemiskinan, mulai sangat miskin, miskin, dan hampir miskin,"
jelasnya.
Melalui sistem ini, lanjut dia, ada beberapa tahapan dalam survei
manual yang dipangkas, yaitu pada tahapan perekapan dan entry data ke
sistem di BPS. Dengan demikian waktu yang dibutuhkan jauh lebih singkat
dibandingkan survei manual yang selama ini digunakan.
"Jika survei manual bisa membutuhkan waktu satu minggu, maka dengan aplikasi ini bisa dalam sehari saja," imbuhnya.
Tak hanya mempercepat pelaksanaan survei, aplikasi yang dibuat
Riski juga mampu meminimalkan eror saat survei. Ketika ada data yang
eror maka bisa langsung dibenahi dari sistem tersebut dan tidak harus
melakukan perekapan ulang.
"Kelebihan lainnya adalah dengan aplikasi ini maka data bisa di-update sewaktu-waktu," ujarnya.
Bahkan, suatu saat survei tak lagi dilakukan oleh penyurvei,
namun cukup melibatkan ketua RT. Sebab, ketua RT bisa langsung melakukan
pendataan ke rumah-rumah warga.
"Aplikasi saya ini sudah diuji coba di BPS Madiun, dan hasilnya
cukup memuaskan. Memang sebelumnya sudah ada input data warga yang akan
disurvei," katanya.
Menanggapi karya itu, Rektor ITS Profesor Joni Hermana mengapresiasi penuh inovasi yang berhasil dibuat mahasiswanya.
"Semoga nantinya aplikasi tersebut bisa digunakan dan membantu
BPS dalam melakukan survei. Ini sangat membantu BPS serta pemerintah
daerah dalam melakukan survei," katanya.
Sumber : Okezone