JOGJA-Sempat putus sekolah dan menjadi pembersih
kuburan, mahasiswa 23 tahun ini kini mulai menikmati buah dari usahanya
menjual kaus. Warsandi bisa membeli rumah di Kaliurang untuk dia tempati
bersama ayahnya yang tukang becak.
“Lelaki Sejati Datangi Ayahnya, Bukan Putrinya”. Kalimat nyeleneh
sarat sentilan itu tercetak di salah satu kaus yang diproduksi oleh
distro Naidu Positive.
Di samping kaus itu masih ada jejeran kaus berdesain menarik sarat pesan lainnya. Misalnya “Be Smart, Remember D’death”, “Bukan Orang Suci # TapiLagiMemperbaikiDiri”, ataupun “Memperbaiki Dirimu, Memperbaiki Jodohmu”.
Ketika Harianjogja.com tiba di kios Naidu Positive di
bilangan Bimo Kurdo, Jogja, Senin (27/10/2014) siang, matahari bersinar
terang. Teriknya melelehkan. Warsandi, pemuda berusia 23 tahun yang
masih menuntut ilmu di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas
Dakwah, UIN Sunan Kalijaga, telah menanti.
Di dalam kios sederhana, namun bersih dan rapi, yang berukuran 3 m x
3,5 m tersebut, Sandi—demikian ia biasa disapa, memamerkan kaus hasil
produksinya. Di ruang itu pula ia melayani pembeli ritel. Namun, Sandi
mengaku lebih banyak menerima pesanan untuk memproduksi kaus secara
online. Tidak kurang dari ratusan pesanan kaus bisa ia peroleh dalam
satu waktu. Bahkan saat ini ia sedang mempersiapkan untuk memenuhi 1.000
pesanan.
Bisnis clothing terhitung baru bagi pemuda kelahiran 1991
ini. Ia memulai bisnis tersebut pada 2012 lalu setelah sempat beberapa
kali berganti-ganti jenis usaha. Tetapi ini bukan bisnis pertamanya.
Garis kehidupan yang tergolong berat sejak ia masih kanak-kanak telah
mendorong Sandi untuk berjuang agar mandiri dan memperoleh pendapatan
sendiri.
Sejak kecil, Sandi memang merasakan jalan hidup yang tidak semulus
anak-anak umumnya. Sejak masuk ke bangku SMK, ia harus berpisah dari
kedua orang tuanya dan tinggal di sebuah panti asuhan agar dapat
menopang hidup dan biaya sekolahnya di Jogja. Lahir sekaligus
menghabiskan masa kecil di Karawang, Jawa Barat, Sandi adalah anak
pertama dari empat bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai penarik becak
sementara ibunya adalah ibu rumah tangga biasa.
Sekolahnya sempat terhambat karena Sandi kecil perlu mencari dana
untuk mencukupi kebutuhan sekolahnya. Satu tahun lamanya ia terpaksa
berhenti sekolah, yakni ketika akan naik tingkat dari sekolah dasar (SD)
ke sekolah menengah pertama (SMP). Kemudian, setahun juga ketika akan
naik tingkat dari sekolah menengah atas (SMA) ke perguruan tinggi (PT).
Berbagai jenis bidang usaha pernah dilakoninya, mulai dari berjualan
buah-buahan, berdagang gorengan keliling, berdagang asongan, membantu
menggiling kopi, hingga membersihkan kuburan. Pekerjaan sebagai
pembersih kuburan dilakoninya ketika tamat dari SDN 03 Rengasdengklok,
Karawang, dan sebelum masuk ke SMP Terbuka 1 Rengasdengklok.
Ketika kuliah pun ia tidak berhenti berusaha. Dengan modal Rp50.000,
Sandi berusaha mandiri dengan memasarkan “Snackdes” atau penganan ringan
asal desa di kampus tempat ia menuntut ilmu. Setiap sore seusai kuliah,
Sandi akan berjalan ke Kaliurang untuk membeli snack yang akan ia jual
kembali. Kegiatan Sandi pun berlanjut hingga larut malam. Malamnya,
setelah mengerjakan tugas-tugas kuliah, ia akan bekerja membungkus
makanan desa tersebut. Tidak jarang ia bekerja hingga pukul 02.00 WIB
dini hari.
“Lumayan, dari asalnya hanya berjualan snack seharga Rp3.000 per bungkus hingga pernah menjual snack yang seharga Rp10.000
per bungkus. Dari untungnya tidak seberapa sampai dapat Rp100.000-an per hari,” katanya.
per bungkus. Dari untungnya tidak seberapa sampai dapat Rp100.000-an per hari,” katanya.
Terhitung sejak 2012, ia pun mencoba peruntungan dengan membangun sebuah usaha clothing bernama Naidu Positive. Dengan modal awal Rp3 juta, kini usaha tersebut telah berkembang hingga dapat menghimpun omzet hingga Rp12 juta per bulan.
Melalui Naidu Positive, pria yang akan mengakhiri masa
lajangnya pada awal 2015 itu pun sempat memperoleh penghargaan seperti
Finalis Wirausaha Baru Bank Indonesia 2012 dan Beasiswa Mien R. Uno
Foundation (MRUF) periode 2013 – 2014.
Sandi yang tadinya hanya memiliki pengetahuan dan pengalaman tidak
seberapa dalam bisnis mengaku jadi memperoleh banyak hal untuk mendorong
kemampuan berbinis.
“Selain dapat uang saku, saya juga dapat coaching, pemahaman tentang visi misi, pelatihan marketing, juga pelatihan membuat laporan keuangan yang baik,” katanya.
Berbisnis tidak menjadikan Sandi lupa akan tugasnya sebagai pelajar,
yakni menuntut ilmu. Saat ini, ia sedang mempersiapkan skripsi untuk
kelulusannya dari Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga pada tahun depan.
“Pintar-pintar saja membagi waktu,” katanya.
Kini, Sandi sudah dapat memiliki satu unit rumah di Kaliurang,
Sleman. Rumah itu rencananya ia tinggali bersama ayahnya, adik-adik,
serta calon istrinya kelak.
“Alhamdulillah. Tapi terus terang ini belum apa-apa. Impian saya
ingin mendirikan usaha tingkat internasional. Tapi saya mencoba dari
hal-hal kecil dan lokal seperti ini [usaha clothing] dulu,” tuturnya.