Apa yang Dicari Muslim Prancis ke Indonesia?




Chairman Grand Mosque dari Kota Lyon Prancis Azeddin Bahi berkunjung ke PBNU pada Selasa (7/4). Ia ditemani Penanggung Jawab Administrasi dan Keuangan Grand Mosque Kamel Khabtane seorang penerjemah dan seorang yang akan belajar di Prancis.

Mereka diterima di lantai 3 gedung PBNU oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj bersama Sekretaris Jenderla PBNU H Marsudi Syuhud, Ketua PBNU Iqbal Sulam, Ketua PP LTMNU KH Abadul Manan A Ghani, dan Sekretaris PP RMI NU H Miftah Faqih.

Perbincangan kedua belah pihak dimulai dengan Kiai Said Aqil Siroj menanyakan statistik penduduk Muslim di Prancis.

Menurut Azeddin, ada sekitar 6 juta Muslim di negaranya. Jumlah tersebut, merupakan 10 persen dari keseluruhan penduduk. Dengan jumlah seperti itu, mereka bisa menempatkan wakilnya sebanyak 4 orang di parlemen.

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan kiai yang akrab disapa Kang Said ini, Azeddin menjelaskan, saat ini muslim Prancis tidak berpikir muluk-muluk kepada pemerintah. Mereka hanya ingin pemerintah dan warga Prancis lain lebih mengerti tentang Islam.

Memang, kata dia, Prancis menghargai keberadaan Islam. Tapi hanya sebatas mengakui saja, tanpa mengenal lebih jauh. Prancis juga membuat organisasi yang mengayomi Islam, tapi itu bukan kebutuhan umat Islam. Tapi saat ini yang urgen adalah memahami Islam.

Setelah kasus Charlie Hebdo, lanjut dia, warga muslim dikritik sana-sini. Supaya aman, saat ini, masjid-masjid di Prancis dijaga militer.

Ia juga menyebutkan, ada sekitar 1500 warga Prancis yang memeluk Islam yang berangkat dan bergabung dengan ISIS. Namun, mereka adalah mualaf Prancis yang mengetahui Islam bukan bersumber masjid-masjid dari Prancis, melainkan dari internet.

Oleh karena itu, pihaknya telah bertemu dengan Kementerian Agama Republik Indonesia untuk melakukan kerja sama Indonesia-Prancis dalam pengajaran agama Islam.

Islam Aswaja
Kang Said kemudian mengemukakan bahwa NU adalah organisasi massa Islam terbesar di dunia yang berhaluan moderat, toleran, dan memiliki komitmen untuk keselamatan tanah air.

Keberadaan NU berusaha menciptakan kedamaian, ketenangan, antiradikalisme, antiextremisme. Hal itu karena pada dasarnya penduduk Indonesia, secara umum, tak ada fanatisme suku dan aliran mazhab berlebihan.

Padahal, di Indonesia terdiri dari beratus-ratus suku yang berada di pulau-pulau yang berbeda. “Alhamdulillah muslim Indonesia toleran. Ada yang radikal, tapi kecil. Di Arab, fanatisme suku dibarengi mazhab dan politik. Jadi, jika terjadi konflik mazhab atau politik, bisa terjadi perang suku,” jelasnya.

Kang Said kemudian mencontohkan bagaiman sikap muslim Indonesia yang menghormati hari besar agama minoritas seperti Hindu, Budha, dan Konghucu, dengan libur nasional. Apalagi dengan Katolik dan Kristen yang lebih besar.

Bahkan dari agama-agama itu ada yang menduduki menteri, gubernur, bupati, dan wali kota, meski mayoritasnya muslim.

Menanggapi itu Azeddin Bahi mengatakan, hal itulah yang dicari ke Indonesia. Ia ingin mebuktikan dan mengatakan kepada Prancis bahwa ada negara muslim besar yang menghargai minoritas.

Kang Said kemudian menjelaskan, pada umumnya masyarakat Indonesia menganut Ahlussunah wal Jamaah yang mengajarkan persaudaraan dengan sesama Islam, sesama warga Indonesia, dan umat manusia. 

(Abdullah Alawi) NU Online