Ratusan Dhuafa' Terima Santunan dari Pesantren Tebuireng




Pesantren Tebuireng memberi perhatian kepada para dhuafa' yakni fakir miskin, janda, duda serta mereka yang berpenghasilan tidak tetap. Setiap tanggal 10, mereka dikumpulkan untuk mendapatkan santunan, pemeriksaan kesehatan dan kegiatan keagamaan.

Seperti yang dilakukan pada Jum'at (10/4) tadi pagi, ada sekitar 130 peserta yang mendapatkan bantuan uang tunai, dan pemeriksaan kesehatan. "Mereka adalah para fakir miskin dengan penghasilan tidak menentu, bahkan tidak sedikit yang memang tidak bekerja," kata Mohammad As'ad kepada media ini.

Mereka adalah masyarakat sekitar pesantren yang dikumpulkan di Masjid Ulil Albab yang masih berada di area Pesantren Tebuireng.

Acara yang dimulai jam 08.00 WIB ini diawali dengan Shalat Dhuha berjamaah. "Kemudian dilanjutkan dengan istigatsah dan ceramah agama," kata Pimpinan Umum Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT) ini.

Tidak berhenti sampai di situ, para peserta yang kebanyakan adalah laki-laki dan perempuan jompo itu mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan obat secara gratis. "Tenaga medis dan obat-obatan kami dapatkan dari Puskesmas Pesantren Tebuireng," katanya.

Di akhir kegiatan, para peserta mendapatkan santunan berupa uang tunai. "Ada yang jumlahnya seratus ribu hingga seratus lima puluh ribu rupiah," tandas alumni Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini.

Para fakir miskin tersebut terlebih dahulu diseleksi oleh tim survey dari LSPT. "Mereka yang akhirnya layak mendapatkan santunan adalah memang dari keluarga tidak mampu, berpenghasilan tidak tetap, hingga yang memang tidak mampu bekerja," ungkapnya.

Salah seorang penerima santunan, Arif Said (43) merasa terbantu dengan kegatan ini. "Alhamdulillah masih ada yang peduli dengan keadaan saya dan keluarga," kata bujangan yang tidak bisa melihat sejak tahun 1996 ini.

Ia yang hidup bersama Kasiani, ibunya, tidak bisa lagi bekerja. "Sejak tidak bisa melihat, saya nganggur dan tinggal bersama ibu di rumah," kata mantan karyawan salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ini.

Hal yang sama disampaikan Supiatun (55). Perempuan yang hidup dengan anak semata wayangnya di Karangloh Mojowarno ini adalah pekerja serabutan. "Penghasilan dan pekerjaan saya tidak pasti," katanya. Terkadang kesehariannya diisi dengan mencari barang bekas, buruh tani, dan pekerjaan kasar lainnya.

Penderitaan janda ini semakin berat lantaran harus menghidupi putrinya yang kini berusia 26 tahun. "Tapi anak saya memiliki kelainan mental sejak usia dua tahun," katanya.

Baginya, perhatian dari LSPT adalah anugerah yang sangat berharga dalam menutupi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Karena itu, bersama peserta yang lain, ia selalu menunggu tibanya setiap tanggal 10. "Bisa untuk beli beras dan kebutuhan hidup lain," ungkap peserta yang lain.

LSPT adalah lembaga sosial yang didirikan oleh Pesantren Tebuireng dalam menghimpun dana kotak amal di pesarean tersebut. Tidak hanya kegiatan santunan yang menjadi program prioritas lembaga ini.

"Ada juga bantuan untuk Taman Pendidikan al-Qur'an, mushalla serta masjid, bea siswa bagi orang anak kurang mampu, penerbitan buletin Jum'at, bank sampah, hingga layanan kesehatan dan mobil ambulance secara gratis.

Lembaga ini juga menjemput dana dari sejumlah donatur yang secara rutin memberikan bantuan. Kepada mereka, diberikan juga buletin bulanan yang berisi kegiatan LSPT serta laporan keuangan selama satu bulan. (Syaifullah/Abdullah)