Dilahirkan di Bantul 21 September 1991, Sutriyani tumbuh menjadi
dewasa dilingkungan keluarga sederhana. Penghasilan ibunya sebagai
penjual jamu keliling sekadar mampu menolong hidup keluarganya. Meski
begitu, soal pendidikan perempuan bersahaja itu selalu menempatkannya
diurutan pertama.
Dengan perjuangan pantang menyerah, Juli 2014 lalu, alumni SMK N 1
Sewon Bantul tahun 2010 meraih ijazah SI Fakultas Keguruan Pendidikan
Fisika Universitas Sarjana Wiyata Yogyakarta dengan IP 3,49. Bermodal
ijazah itu, awalnya Sutriyani yakin akan mendapatkan pekerjaan layak.
Namun kenyataan berkata lain, kepandaiannya tidak cukup ampuh untuk
menjadi penolong nasibnya.
“Terus terang hati ini kadang sakit, sudah mengikuti seleksi sesuai
prosedur, tetapi karena tidak ada yang ‘membawa’ akhirnya niat gagal,”
ujarnya mengenang pengalamannya ketika melamar di sebuah rumah sakit.
Namun putri pasangan Ponijan dan Ny Tukilah warga Dusun Samen RT 01
Sumbermulyo Kecamatan Bambanglipuro Bantu ini tidak menyerah dengan
keadaan. Dengan sisa semangatnya, Februari 2015 mengambil keputusan
berani dengan menjadi penjual jamu keliling seperti ibunya. Sikap yang
membuat orangtuanya geleng-geleng kepala. Namun Sutriyani maju terus
pantang untuk mundur meski cibiran kerap diterimanya.
Bahkan statusnya sebagai sarjana SI Fisika tidak membuat malu harus
jualan jamu. “Ibu saya saja jualan jamu bisa mengantarkan saya jadi
sarjana, mengapa harus malu jualan jamu, karena jamu saya bisa sekolah
dan kuliah,” ujarnya bijak.
Baginya berjualan jamu awalnya memang sangat tidak nyaman dirasakan.
Karena sejak awal sudah berjuang dibangku perguruan tinggi tentunya
harapan orangtua putrinya menjadi pegawai negeri sipil (PNS). “Waktu di
SMK saya mengambil jurusan boga, dengan harapan bisa mendapat kerja,
akhirnya saya pilih jurusan Fisika, “jelasnya.
Meski sekarang ini sudah menjalani profesinya sebagai penjaul jamu,
namun perempuan sederhana itu tetap menjaga ilmunya tidak hilang. Salah
satunya dengan memberikan bimbingan terhadap anak-anak ketika menjajakan
jamu keliling.
Sekarang ini sudah ada satu anak dibina disela menjajakan jamu.
“Ketika sambil menjajakan jamu, sekitar 30 menit, karena saya juga harus
jualan,” jelasnya. Bagi Sutriyani memberikan bimbingan les kepada siswa
bukan hal asing. Karena waktu kuliah, waktu senggangnya diisi dengan
membuka bimbingan belajar di rumahnya. Mulai SD, SMP hingga SMA. Bagi
alumni MTsN Bantul Kota ini melihat sesuatu jangan hanya tampilan
luarnya semata. “Memang sebatas jualan jamu, bersaing jangan hanya dari
tempat kerja, atau penampilan, tetapi hasil yang dicapai dan
perkembangannnya kedepan,” jelasnya.
Awalnya jamu dijajakan dengan sepeda onthel, namun kini sudah
berganti dengan motor. Konsumennyapun semakin banyak dari sejumlah
kecamatan di Bantul selatan. Sementara terkait dengan produknya, sejauh
ini fokus menjajakan jamu Jawa dengan olahan serba manual. Untuk menjaga
kualitas tidak memanfaatkan serbuk jamu. Tetapi semua diproses secara
alami, mulai penumbukan hingga siap disajikan. “Kami tidak meramu jamu
dengan serbuk instan, semua dibuat secara alami, agar kualitas tetap
terjaga,” jelasnya.
via krjogja