Kurang pemasaran, produksi kopi kelir tak terserap




Tidak banyak yang tahu, Provinsi Jawa Tengah memiliki produk kopi rakyat dengan nama kopi kelir yang memiliki kualitas yang baik. Bahkan budidaya kopi kelir yang telah diproduksi sejak 100 tahun lalu itu telah menjadi salah satu produk kopi terbaik nasional. Sayang, potensi kualitas yang mumpuni tersebut tidak dibarengi dengan pemasaran yang baik. Alhasil, produk ini kurang dikenal.
Dari informasi yang dipublikasikan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) Kementerian Pertanian, areal perkebunan kopi rakyat Gunung Kelir mencapai kurang lebih 35.000 hektare (ha). Rata-rata produksi mencapai 14.000 ton per tahun. Salah satu koperasi yang menaungi gabungan kelompok petani (Gapoktan) mampu memproduksi sekitar 1.104 ton kopi setiap tahunnya.

Namun meskipun produksinya tinggi, namun persentase penjualan kopi kelir amat rendah. Dari total produksi kopi hanya sekitar 11,3% yang terdistribusi. Kondisi ini terjadi karena Kopi Gunung Kelir dinilai kurang setenar kopi-kopi nusantara lainnya. Padahal, soal citra rasanya, kopi kelir diklaim tidak kalah dengan kopi nusantara lainnya. Bahkan kopi kelir telah mendapat penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara pada tahun 2013.

Pranoto Soenarto, Wakil Ketua Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI) mengatakan, butuh biaya besar untuk mendistribusikan kopi. "Biaya marketing tinggi. Sebab mengganti komponen harga kopi tidak mudah juga ibaratnya seperti industri rokok," kata Pranoto.