Jakarta - Bisnis dan pasar belanja online saat ini
sangat berkembang. Namun hal ini ternyata tidak dibarengi dengan
pengetahuan mendasar terhadap industri ini di masyarakat. Dari 1.213
responden (18-45 tahun) pada penelitian yang dilakukan BMI Research,
sebanyak 73 persen mengaku menggunakan internet setiap harinya, tapi
sebagian besar tidak bisa membedakan toko belanja online yang resmi dan
tidak resmi.
"Hal ini diduga karena belum dikeluarkannya kode etik atau regulasi
yang jelas dari pemerintah. Sehingga, definisi toko belanja online di
masyarakat pun jadi blunder," ujar Matthew Y.B Rompas, Digital Director
Manifesto (Digital Engagement & Experience Partner) di Jakarta belum
lama ini.
Matthew mengungkap saat responden ditanya toko belanja online apa
saja yang sering dikunjungi, responden banyak yang menjawab jejaring
sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan sebagainya. Padahal
jejaring sosial tersebut bukan merupakan situs belanja resmi. Toko
belanja online yang resmi sebenarnya ada tiga tipe.
"Ada tiga jenis toko belanja online, yakni market place, contohnya
Tokopedia, Buka Lapak dan sebagainya. Di mana mereka hanya perantara
untuk transaksi saja, tapi tidak memiliki barang. Kemudian, Online
retail shop seperti Lazada, Berrybenka dan lainnya. Dan yang terakhir
iklan baris, seperti dalam bentuk forum. Contohnya Kaskus, OLX dan
Berniaga," terang Mattew.
Menurutnya, selama belum dikeluarkan regulasi yang jelas dari
pemerintah, maka toko belanja online sifatnya masih fleksibel. Dengan
begitu, banyak yang tidak terdaftar atau tidak resmi, seperti toko
belanja online melalui jejaring sosial.
"Dengan begitu, untuk Online Shopping Outlook 2015 yang dikeluarkan
BMI Research kali ini, kita menggunakan definisi yang luas. Di mana
aktivitas belanja online merupakan proses mencari produk dan melakukan
pembelian tanpa bertatap muka dan menggunakan internet yang dilakukan
responden," ujar Yoanita Shinta Devi, Kepala Peneliti BMI Research.
Dala, Online Shopping Outlook 2015 ditemukan bahwa konsumen belanja
online akan meningkat dua kali lipat tahun ini. Diperkirakan responden
yang bakal berbelanja online di 2015 angkanya akan mencapai 57 persen,
naik dibandingkan tahun lalu yang hanya 24 persen.
"Angka tersebut didukung dari pernyataan sebagian besar responden
yang belum berbelanja online sama sekali (76 persen) yang sudah mulai
tertarik untuk mencobanya di tahun ini," kata Matthew.
Sumber: Beritasatu.com